Halaman

blogads

Senin, 22 Februari 2010

Pilih mana? New Honda Beat vs Honda Beat




Kehadiran calon jargon baru Honda yang bernama New Honda Beat beberapa waktu lalu ini sebenarnya memiliki maksud lain selain bentrok kepala dengan Yamaha Mio. Namun melihat lebel harga yang dipatok sedikit lebih murah dari Honda Beat generasi sebelumnya yakni selisih tak sampai 1 juta, menurut penulis New Honda Beat ini dihadirkan untuk konsumen yang gemar melakukan aktifitas bermotor dijalanan keriting dan gelombang, nah...apa hubungannya?

New Honda Beat mengadopsi pelek jenis Spoke Wheel atawa pelek jari, sementara Honda Beat lama aplikasi pelek Cast Wheel alias pelek racing atawa pelek balok. Sejujurnya dua pelek tersebut memiliki karakter serta fungsi berbeda, tentunya akan disesuaikan dengan jalanan yang bakal kita lalui setiap hari.

Pelek jari atau Spoke wheel memiliki konstruksi relatif lentur, hal ini bisa dilihat dari sambungan jari-jari ke lingkar pelek dimana pada tiap sambungan jari tersebut tidak mati alias masih ada sedikit spelling serta bisa disetel ulang. Pelek jenis ini lebih cocok digunakan untuk jalanan yang bergelombang. Karena efek hentakan yang terjadi selama perjalanan akan diredam pada bagian jari-jari ini, lalu disalurkan pada ajrutan, sehingga getaran akan terminimalisir pada bagian stang motor.

Pelek racing alias Cast Wheel memiliki konstruksi rigid, dimana pada semua sambungan antara lingkar pelek dengan lengan pelek tersebut dibuat sambungan mati demi mempertahankan stabilitas. Sesuai dengan julukan sebagai pelek racing, sehingga lebih cocok digunakan pada track racing alias jalanan yang mulus serta minim gelombang. Pasalnya redaman yang terjadi akan dihantarkan langsung pada ajrutan, kemudian langsung bersalur pada setang setir. Maka tak heran, bila riders akan merasakan getaran lebih ’dombret’ saat melalui jalan keriting, apalagi ajrutan depan kondisinya tidak terjaga.

Sisi lain, pelek spoke wheel memiliki tampang aliran elegan berkat model serta kemilau jarinya tenggok modifikasi ala lowrider yang cenderung demen pakai pelek jari. Sementara pelek cast wheel memiliki karakter sporty-minimalis. Jadi pilih jenis skubek yang sesuai dengan karakter serta jalanan yang bakal anda lalui setiap hari.

Tekanan Angin Ban Vs BBM Dan Akselerasi. Lembek, Montok Atau Keras?




Cara bawa motor sama, tunggangan pun serupa, tetapi kok motor orang lain lebih enak dipakai, ya? Padahal sama-sama masih standar lho, enggak ada yang dikorek atau pun diubah-ubah.

Mirip adu kebut alias balapan, banyak faktor yang bikin motor bisa lebih dulu di depan. Begitu pun tunggangan sehari-hari, bisa saja lebih laju dan irit, asal tahu permasalahannya, kan?

KURANG LAJU

Boleh dibilang ada yang kerap luput dari perhatian. Perihal yang tergolong sepele padahal cukup penting. Tekanan angin ban. Biasanya, kalau terasa goyang kiri-kanan saja si karet bundar ini diperhatikan tekanan anginnya, selama belum goal-geol ya, bejek teruuus baangg...!

Seberapa penting sih, pengaruh tekanan angin ban ini buat akselerasi dan konsumsi bahan bakar? OTOMOTIF mencobanya dengan menggunakan Yamaha Sorpio Z, dengan bobot penunggang 94 kg. Tekanan angin yang digunakan ada tiga, yaitu dalam kondisi agak kempis, normal dan terlalu kencang tekanannya.

Pada kondisi agak kempis, tekanan angin ban depan 18 psi dan belakang 22 psi, sementara normal, depan 28 psi belakang 32 psi, sementara setelan agak ‘kurang ajar’ dengan ban, tekanan yang cukup bikin bantingan keras, depan 35 psi belakang 50 psi.

Sebagai perbandingannya, dilakukan pengujian akselerasi cepat dengan kecepatan 0-100 km/jam serta akselerasi pertengahan, 40-60 km/jam. Akselerasi pertengahan ini dilakukan dengan penggunaan persneling pada posisi 3 agar parameternya sama.

Pada uji coba pertama, tekanan angin ban normal yang dipakai (gbr.1), tercatat akeselerasi 0-100 km/jam dicapai dalam waktu 13,2 detik sedang akselerasi pertengahannya, 2,3 detik. Konsumsi bahan bakar pun tercapai rata-rata seliter buat 27 kilometer, dengan berbagai kondisi kecepatan.

Kemudian dilakukan pengetesan dengan ban kempis (gbr.2), akselerasi terasa berat, 0-100 dicapai lebih lama 14 detik, lantas akselerasi pertengahannya 2,8 detik. Paling kentara soal konsumsi bahan bakar, seliter dipakai dalam jarak 25 kilometer.

Lalu, pada kondisi ban terlalu keras, akselerasi tak jauh berbeda dibanding kondisi normal, yaitu 0-100 km/jam 13,6 detik, kenapa lebih lambat? Putaran roda belakang lebih banyak selip karena roda kurang menggigit.

Sementara akselerasi pertengahan tak terpaut jauh, karena putaran mesin tak teralu menyentak, 2,4 detik saja angkanya. Konsumsi bahan bakar pun tak beda yang didapat seliter untuk 27 kilometer.

Kesimpulannya, ban kempis merugikan pengendara, selain kendali motor jadi kurang baik, juga bisa memperlambat laju serta bikin boros bahan bakar, karena hambatannya lebih tinggi.

Bayangkan jika satu tangki Scorpio (13 liter) yang seharusnya bisa menempuh jarak 351 kilometer, hanya menjadi 325 kilometer.

Cukup banyak bukan? Dibanding menambah tekanan angin ban yang hanya Rp 1.000 per ban? (gbr.3) Sementara tekanan terlalu keras pun memberikan tingkat kenyamanan yang rendah, bahkan membuat beberapa komponen jadi tidak awet, seperti sokbreker, bearing as roda hingga busa jok, tetapi tidak memberikan penghematan bahan bakar atau pun akselerasi yang lebih baik.

source: otomotifnet.com